Rabu, 04 Februari 2009

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI DENGAN HYPERBILIRUBINEMIA
DENGAN PHOTO TERAPI

A. Pengertian
Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. Kadar bilirubin normal adalah 0 – 1 mg/%. Dalam buku lain disebutkan bahwa, hyperbilirubiemia ( joundace) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin melebihi batas normal ( 5 – 7 mg/100 dl) (Wong Dounal and Whaley Lucille, 1990 : 1236).
Ikterius neonatorium adalah diskolorisasi kuning pada kulit atau organ lain akibat penumpukan biliruin yang disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan kresi berkurang ata campuran antara keduanya.
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus dibedakan pada bayi menjadi 3, yaitu :
a. Ikterus Fisiologik
Disebut Ikterus fisiologik bila :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) kedua bilirubin indirek tidak melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
b. Ikterus Patologik
Disebut ikterus patologik bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) kedua bilirubin indirek melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 5 mg % per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2 pertamamg %
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %
6) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau keadaan patologik lain yang telah diketahuikeadaan patologi
c. Kern-ikteus
adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus striatus, thalamus, nucleus subtalamus, hypokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV.. Gejala Kern Ikterus pada permulaan kurang jelas, dapat berupa mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau makan, tonus otot meningkat, leher kaku dan akhirnya epistotonus (Purnawan Junaidi, dkk, 1982 : 548)

B. Etiologi
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai berikut :
1. Produksi yang berlebihan yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya. Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena : Polycetlietnia, kelainan struktur dan enzim sel darah meah, keracunan obat (hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, kloramphenikol), hemolisis ekstravaskuler ; cephalematoma, eccymosis.
2. Gangguan pada proses pengambilan dan kenjugasi hepar dapat disebabkan oleh imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, hypoksia, dan gangguan fungsi hepar dan infeksi
3. Gangguan dalam transportasi. Untuk dapat diangkut ke hepar bilirubin diikat oleh albumin terlebih dahulu. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banayak bilirubin indirek bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak
4. Gangguan dalam sekresi dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar, akibat penyakit hepar bawaan, infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (ngastiyah, 1997 : 199)

D. Tanda dan gejala
Gejala – gejala yang mungkin timbul pada hiperbilirubninemia antara lain :
1. Timbul warna kuning pada kulit atau bagian tubuh lainnya, Hal ini harus ditanyakan sejak umur berapa hari.
2. Nafsu makan bayi mungkin berkurang
3. Warna tinja mungkin akolik (pada sumbatan saluran empedu / atresia billier)
4. Warna air encing kuning tua
5. Anak lemah

E. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan penunjang)
1. Bilirubin serum meningggi
2. Uji Commbs mungkin (+)
3. Hematokrit mungkin turun
4. Kelainan morfologi eritrosit
5. Kultur darah (+)

F. Komplikasi
1. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius)
2. Kern ikterius ; kerusakan neurologs ; cerebral palsy ; retardasi mental ; hyperaktif ; bicara lambat ; tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
Khusus pada bayi dengan fototerapi, komplikasi yang terjadi adalah :
No
Kelainan
Mekanisme
1
Tanning (perubahan warna kulit)
Induksi sintesis melanin dan atau disperse oleh cahaya ultraviolet
2
Syndrome bayi Bronze
Penurunan keresi hepatic dan fotoproduk bilirubin
3
Diare
Bilirubin menginduksi sekresi usus
4
Intoleransi laktosa
Trama mukosa epitel vili
5
Hemolisis
Trauma fotosensitif pada eritrosit sirkulasi
6
Kulit terbakar
Paparan berlbihan karena emisi gelombang pendek lampu fluoresen
7
Dehidrasi
Peningkatan kehilangan air tak disadari karena energy foton yang diabsorbsi
8
Ruam kulit
Trauma fotosensitif pada sel mast kulit denganpelepasan histamin


G. Penatalaksanaan
Bila ikteirus timbul pada hari pertama, ikterius menetap setelah 7 hari, bayi mempunyai risiko terjadinya kernikterik / hperbilirubenemia encephalopaty, anak lemah, letargi, dan ada kecenderungan perdarahan, maka bayi harus mondok dan mendapat penatalaksanaan.
1. Mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital. Fenobarbitaal dapat bekerja sebagai enzim induser sehingga konjugasi dapat dipercepat
2. Menambah substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi seperti pemberian albumin untuk mengikat bilirubin bebas
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan terapi sinar yang dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat. Terapi sinar mengubah senyawa 4 Z, 15 Z – bilirubin menjadi senyawa bentuk 4 Z, 15 E Bilirubin yang merupakan bentuk isomer yang mudah larut dalam plasma sehingga mudah disekresi oleh hati kedalam empedu. Dari empedu dilepas ke usus untuk kemudian diskresi bersama faeses.
Photo terapi dilakukan pada keadaan :
1) Kenaikan bilirubin indirek yang sangat cepat ( 0,4 mg/kg/jam), atau kadar bilirubin indirek > 10 mg/dl dan bayi dalam keadaan hemolisis ditandai dengan ikterus pada hari I
2) Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah tranfusi tukar
Photo terapi tidak dilakukan pada bayi dengan gangguan motilitas / peristaltik usus. (obstruksi, enteristis).
Pada prinsipnya sinar biru atau putih menyebabkan foto isomerasi bilirubin menjadi isomer-isomer non toksik. Reaksi ini terjadi pada ruang ekstravaskuler. Isomer – isomer masuk dalam darah dan berikatan dengan albumin, diangkut ke hepar dan dikeluarkan melalui empedu ke usus. Penyinaran :sinar biru 425-475 mm, sinar putih 550- 600 mm. pada penemuan terakhir, ternyata pemakaian sinar biru dan putih secara selang-seling dianggap lebih baik.
Prosedur fototerapi :
1. Diusahakan permukaan tubuh seluas-luasnya terpapar dengan sinar
2. Posisi tubuh diubah setiap 2-3 jam
3. Monitor suhu bayi setiap 4 jam. untuk bayi dalam inkubator, thermsistor probe harus dilindungi dari sinar
4. Awasi masukan cairan : ASI tetap diteruskan, jika tidak ada atau tidak cukup, tambah susu formula. Pemberian dengan menetek, sendok / cangkir dan sonde k/p
5. Kebutuhan cairan ditambah 10-15 % dari kebutuhan, mungkin sampai dengan 25 %. Jika masukan cairan tidak mencukupi, diberikan cairan per infus
6. Timbang bayi setiap hari dan awasi penurunan berat adan akibat kehilangan air secara evaporasi atau diare, terutama bayi premature
7. Melindungi mata gonad dari sumber cahaya
8. Memeriksa konsentrasi bilirubin serum secara teratur, jangan menggunakan warna kulit bayi untuk menilai derajat ikterius
9. Menghentikan fototerapi saat orangtua mengunjui bayinya dan membuka pelindug mata untuk meudahkan inaksi alami antara orang tua d bayi
10. Memonitor konsentra bilirubin sehari setlah fototerapi dihentikan untuk mdeteksi adanya kenaikan bilirubun kembali
FOTOTERAPI INSENTIF
1. Diusahakan permukaan tubuh seluas-luanya terpapar sinar, kalau perlu memakai tambahan fiberoti blanket atau baby blanket
2. Posisi tubuh diubah setap 2-3 jam sekali
3. Pemberian minum baik jumlah maupun frekuensi ditingkatkan

4. Tranfusi tukar dengan indikasi :
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek kurang dari 20 mg %
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat ( 0,3 – 1 mg 5 / jam)
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda – tanda dekompensasi jantung
d. Bayi dengan kadar Hb tali pusat kurang dari 14 mg %, bilirubin lebih dari 5 mg % dan test coombs direk yang positif

Pemgkajian Keperawatan
1. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan karena pengaruh pregnanediol.
Anamnesa riwayat ibu, mungkin pernah menderita sakit kuning, mungkin minum obat-obatan tertentu selama hamil (sulfonamit, nitrofurantoin, antimalaria).
2. Riwayat kelahiran
· Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi
· Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
· Bayi dengan apgar score renddah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
· Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
· Riwayat persalinan, mungkin dengan tindakan, ketuban pecah dini, kesulitan persalinan, prematur dan lahir asfiksia.

Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2) Kepala leher
· Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
· Dapat juga dijumpai sianosis pada bayi yang hypoksia
· Warna sklera kuning, warna kulit kuning, waran urine kuning tua, warna tinja mungkin akolik

3) Dada
· Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan frekuensi nafas.
· Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, khususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
4) Perut
· Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi.
· Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik
· Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
5) Urogenital
· Urine kuning dan pekat.
· Adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
6) Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
7) Kulit
· Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor yang jelek. Elastisitas menurun.
· Perdarahan pada kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
8) Pemeriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan adanya tanda – tanda kern - ikterus
Pemeriksaan Penunjang
1) Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
4) Screening Ikterus melalui metode Kramer dll
5) Screening ikterus melalui metode kramer.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi , imaturyti hati
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan jaondase
3. Perubahan temperatur tubuh berhubungan dengan phototerapi
4. Perubahan volume cairan berhubungan dengan intake rendah dan efek fototerapi
5. Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan kemampuan menghisap menurun
Dalam sumber lain (Standar Asuhan Keperawatan RSUP Dr. Srdjito Yogyakarta), diagnosa yang muncul adalah :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek therapi, ditandai dengan dehidrasi, diare, penurunan kadar kalsium, suhu tubuh naik.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, ditandai dengan nafsu makan mneurun, lemah, letargi
3. Perubahan pola defekasi, diare berhubungan dengan efek therapi, ditandai dengan BAB sering dan feses encer.
4. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan efek therapi.

Rencana intervensi
1. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek fototerapi, imaturyti hati
Tujuan ; Tidak mengalami komplikasi dari phototerapi
Kriteria hasil
1. Tidak memperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan temperatur, dan kerusakan kulit
2. Bayi terlindung dari sumber cahaya
Intervensi
1) Lindungi mata bayi dengan penutup mata khusus
R/ menghindari kontak langsung mata dengan sinar
2) Cek mata bayi setiap shift (drainase dan iritasi)
R/ mencegah keterlambatan penanganan
3) Letakkan bayi telanjang dibawah lampu dengan perlindungan mata dan kemaluan
R/ Pencahayaan maksimum dan merata serta organ vital terlindungi dari kerusakan
4) Monitor temperatur aksila
R/ Pemaparan panas dengan sinar memungkinkan terjadinya ketidakstabilan suhu badan
5) Pastikan intake cairan adekuat
R/ Pemaparan panas meningkatkan penguapan yang harus segera diganti dengan intake cairan
6) Jaga kebersihan perianal
R/ Menekan resiko terjadinya iritasi kulit

Resiko kekurangan nutrisi berhubungan intake tidak adekuat sekunder kemampuan menghisap turun
Tujuan : tidak terjadi gangguan pemenuhan nutrisi
Kriteria hasil
1) Porsi minum habis
2) BB naik
3) Menghisap kuat
Intervensi
1) Berikan nutrisi secara adekuat
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
2) Berikan minum tepat waktu dan sesuai ukuran dan kebutuhan
R/ menganti cairan dan nutrisi yang hilang akibat terapi sinar
3) Observasi kemampuan menghisap
R/ Pemasukan nutrisi adekuat bila kemampuan mengisap baik
4) Pasang sonde bila kemampuan mengisap turun
R/ Meningkatkan intake melalui sonde karena gagal melalui mulut
5) Timbang BB setiap hari
R/ Memantau perkembangan kebutuhan nutrisi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi
R/ Pemenuhan nutrisi sesuai kalori yang dibutuhkan
Hend&AhmD, 26 Januari 2009, Klaten Jawa tengah
Referensi
Abdul Bari et all. 2001. Buku acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro hardjo. Jakarta
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Ngastiyah. 1997. Ilmu Keperawatan pada anak sakit. EGC. Jakarta.
Purnawan Junaidi et al. 1982. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 2 . Media Aesculapius. Jakarta Standar Asuhan Keperawatan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta
Wong and Walley. 1990. Clinical Manual of pediatric Nursing. Third ediion. Mosby Compani. Philapidelpia

1 komentar:


Sebutlah namaNYA sebelum memulai aktivitasmu....